Selasa, 31 Mei 2011

PEMBELAJARAN


PEMBELAJARAN INOVATIF
PEMANFAATAN OUTBOND SAINS SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN
MEANINGFUL LEARNING


          Seperti kita ketahui, berdasarkan Kurikulum Sains SD, sains merupakan cara
mencari tahu tentang alam sekitar secara sistematis untuk mengusai pengetahuan,
fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap
ilmiah. Pendidikan sains bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung
dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat
sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar idealnya, pembelajaran sains digunakan sebagai wahana bagi siswa untuk menjadi ilmuwan, terutama siswa SD. Melalui pembelajaran sains di sekolah siswa dilatih berpikir, membuat konsep ataupun dalil melalui pengamatan, dan percobaan.
Namun hal tersebut berbeda dengan realita di lapangan masih terkendala untuk
mewujudkan idealita tersebut. Kajian ini bertujuan menggali bagaimana lingkungan pembelajaran lebih menarik dengan memunculkan penggunaan pembelajaran inovatif melalui outbond sains sebagai sarana mewujudkan meaningful learning. Pada dasarnya, diskusi ini
difokuskan pada kemanfaatan outbond dalam membelajarkan siswa menjadi manusia
seutuhnya, yang dapat menginternalisasikan dimensi spiritual ke dalam kegiatan
belajar siswa.

A.Pendahuluan
       Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) saat ini
mengakibatkan perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan. Mulyasa (2008:
9) mengemukakan bahwa pendidikan harus dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan permasalahan-permasalahan
perkembangan ipteks. Kesuksesan pendidikan anak Indonesia merupakan ujung
tombak kemajuan bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara lain.
Realita proses pembelajaran di kelas tradisional, siswa kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas
didominasi oleh kegiatan belajar yang hanya mengarahkan siswa untuk menghafal
*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta 2
informasi saja, otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi. Siswa tidak dituntut untuk memahami dan menghubungkan informasi yang
diingatnya itu dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan tersebut kurang mendorong siswa untuk dapat mengembangkan
kemampuan berpikir. Sebagaimana yang diungkapkan Mary (2002: 1) bahwa
Thinking outside the box is sometimes difficult when students and teachers are
working within the constraints of a traditional classroom. Students especially
have their outlooks limited by classroom walls because they often do not yet
have a wide perspective on the potential for their actions to have civic
consequences.
            Saat ini pembelajaran yang dilakukan masih belum bermakna. Hal ini
sebagaimana diungkapkan Abdurrahman (2007: 100) bahwa selama mengikuti
pembelajaran di sekolah siswa jarang bersentuhan dengan pendidikan nilai yang
berorientasi pada pembentukan watak dan kepribadian. Hal tersebut mengakibatkan
pembelajaran kurang bermakna dan juga mengakibatkan siswa kurang termotivasi
untuk mempelajari sains yang ditunjukkan dengan sikap bosan mengikuti proses
pembelajaran sehingga sains kurang berkesan dalam benak mereka (Martin, et al.,
2005: 6). Oleh karena itu, perlu suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
tahap perkembangan intelektual siswa dan dapat memberikan makna bagi siswa
untuk dapat menjadi manusia seutuhnya. Pembelajaran dengan outbond sains
memungkinkan siswa mengalami langsung konsep yang dipelajari serta
mengembangkan penalaran logis dan mengajarkan siswa untuk menguasai nilai-nilai
spiritual, emosional dan intelektual secara optimal. Hal itu dikarenakan materi
pembelajaran dapat dirangkum menjadi kegiatan yang dekat dengan pengalaman
siswa dalam kesehariannya sehingga menjadi bermakna bagi kehidupan.

B. Pembahasan
1. Pembelajaran Inovatif
Inovasi pendidikan (education innovation) adalah pembaharuan pendidikan
secara parsial berskala sekolah atau kelas, dengan objek pembaharuan mengenai salah
satu komponen pendidikan (Sukardjo & Das Salirawati, 2008). Santyasa (2005: 5)
*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta 3
menambahkan bahwa pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang lebih bersifat
student centered, artinya pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa
untuk mengkontruksi pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh
teman sebaya. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
inovatif adalah pembaharuan pendidikan yang mengaktifkan siswa untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dengan menciptakan pembelajaran student
centered.
            Menurut Marsaja (2007) keunggulan pembelajaran inovatif adalah: (1)
Kualitas hasil belajar yang dicapai menjadi lebih tinggi; (2) Lingkup hasil belajar
menjadi lebih komprehensif; (3) Pembelajaran inovatif tidak saja menekankan pada
hasil belajar kognitif, tetapi juga hasil belajar proses dan sikap. Konsekuensinya tentu
akan memerlukan waktu yang lebih lama karena dilakukan untuk mencapai banyak
hasil belajar. Pembelajaran inovatif dengan metode yang berpusat pada siswa (student
centered learning) juga memiliki keragaman model pembelajaran yang menuntut
partisipasi aktif dari siswa. Metode-metode tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Berbagi informasi (information sharing) dengan cara: curah gagasan
(brainstorming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kelompok (group discussion),
diskusi panel (panel discussion), simposium, dan seminar
b. Pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based learning)
dengan cara: studi kasus, tutorial, dan lokakarya.
c. Belajar dari pengalaman (experience based) dengan cara: simulasi, bermain
peran (roleplay), permainan (game), dan kelompok temu;
Salah satu metode alternatif yang saat ini sedang digemari dan diyakini lebih berhasil
dari kegiatan ceramah adalah pendidikan luar ruang (outbound education), yang sarat
dengan permainan yang menantang, mengandung nilai-nilai pendidikan, dan
mendekatkan siswa dengan alam.

 2.Meaningful Learning
              Dunia pendidikan saat ini sering lebih menitikberatkan pada bagaimana
mengembangkan kecerdasan kognitif sehingga terjebak pada rasional oriented dan
melepaskan orientasi irrasional maupun metafisik, semacam spiritual, dan konsep diri
yang dianggap sebagai penghambat. Keadaaan yang demikian mengakibatkan
pembunuhan karakter yang dimiliki siswa dari sebuah kesatuan dalam dimensi
kediriannya. Menurut Abdurrahman (2007: 74) proses pembelajaran meliputi
keseluruhan unsur baik kognitif, afektif dan psikomotorik. Apabila proses
pembelajaran tidak berjalan secara simultan maka akan terjadi split personality (diri
yang terpisah) pada setiap siswa. Gejala split personality ini tampak dalam perjalanan dunia pendidikan kita,tak terkecuali pendidikan sains. Hal ini menjadi tantangan bagi para guru untuk mengupayakan bagaimana melakukan pembelajaran yang menitikberatkan pada
proses penyempurnaan manusia atau memanusiakan manusia (to be human) dan
mengartikan hidup (enoble life). Spiritualisme yang dilaksanakan dalam pendidikan
berorientasi praktik riil seorang guru dan siswa untuk menyempurnakan proses
menuju kematangan hidupnya. Pada akhirnya yang diinginkan adalah dimensi
spiritual yang mapan dalam diri setiap siswa. Siswa tidak hanya mamapu menangkap
pesan lahiriah dari apa yang ia pelajari, namun lebih dari itu siswa juga mampu
memproyeksikan pesan esoterik dari setiap teori yang ia pelajari.
Pendidikan adalah proses interaksi antara siswa dengan dirinya sendiri
(konsentris), siswa dan alam sekitar (horisontal) dan interaksi siswa dengan Allah swt
(vertikal), tetapi banyak metode pengajaran kita yang memisah-misahkan ketiga
interaksi tersebut. Oleh karena itu guru hendaknya menyadari pentingnya
pembelajaran yang bermakna dengan menciptakan keseimbangan antara guru, siswa,
dan lingkungan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan memahami dan menerapkan
berbagai metode atau model mengajar semisal CTL, Cooperative learning, Quantum
learning, quantum teaching, accelerated learning dan sebagainya.
Menurut Bartlet pembelajaran lebih bermakna adalah proses pembelajaran
yang membangun makna (input), kemudian prosesnya melalui struktur kognitif
sehingga akan berkesan lama dalam ingatan/memori (terjadi rekonstruksi). Sementara
itu, menurut John Dewey, pembelajaran sejati adalah lebih berdasar pada
penjelajahan yang terbimbing dengan pendampingan daripada sekedar transmisi
pengetahuan. Pembelajaran merupakan individual discovery. Hal tersebut senada
dengan pendapat Burton (1962: 25) bahwa “Learning is experience”. Pengalaman
merupakan sumber dari pengetahuan, nilai dan keterampilan. Pendidikan memberikan
metode belajar inovatif yaitu outbond sains dapat menjadi salah satu sarana
yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental siswa seutuhnya sehingga terwujud pembelajaran yang
bermakna. Artinya, siswa mampu membangun fisik dan mentalnya dengan belajar
sambil bermain karena melalui permainan outbond sains akan terbangun suasana
yang lepas, bebas, menyenangkan dan atraktif serta memberi makna dalam belajar
siswa..

3.OutbondSains
               Alam kaya akan pengetahuan. Hal yang tidak dapat siswa pelajari di dalam
ruangan, dapat siswa dapatkan di luar ruangan, sehingga siswa dapat belajar membuat
kesimpulan dan menguji apa yang diterimanya di kelas. Terdapat tiga tahapan yang
dapat dilakukan siswa untuk memudahkan masuknya informasi, yaitu mendengar,
menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya,
belajar tentang bunga, siswa dapat mengeksplorasi bunga misal macam-macam warna
mahkota bunga, adanya putik dan benang sari, dan sebagainya. Guru hendaknya
dapat mengajak siswa untuk melakukan observasi di lapangan misalnya mengamati,
menyentuh atau meraba dan menganalisa. Sebagai contoh siswa melakukan observasi
untuk mengenal bagian dari tumbuhan, misalnya daun, akar, batang, kelopak, dan
sebagainya. Tak hanya itu, guru juga memaparkan pada siswa masing-masing
fungsinya dan bentuknya yang beragam sehingga siswa belajar mengenal apa yang ada di alam melalui semua inderanya. Pembelajaran sains dengan memanfaatkan lingkungan dapat dilakukan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti: menghadirkan nara sumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas. Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
serta tindak lanjutnya. Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh
dengan cara melakukan kegiatan dengan membawa siswa ke lingkungan, seperti
survey, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya.
Outbond adalah suatu program pembelajaran di alam terbuka yang
berdasarkan pada prinsip experiential learning (belajar melalui pengalaman
langsung) yang disajikan dalam bentuk permainan, simulasi, diskusi dan petualangan
sebagai media penyampaian materi. Artinya dalam program outbond tersebut siswa
secara aktif dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang dilakukan. Dengan langsung
terlibat pada aktivitas (learning by doing) siswa akan segera mendapat umpan balik
tentang dampak dari kegiatan yang dilakukan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengembangan diri setiap siswa dimasa mendatang. Hal tersebut juga dapat
diartikan bahwa proses belajar dari pengalaman (experiental learning) dengan
menggunakan seluruh panca indera (global learning) yang nampaknya rumit,
memiliki kekuatan karena situasinya “memaksa” siswa memberikan respon spontan
yang melibatkan fisik, emosi, dan kecerdasan sehingga secara langsung mereka dapat
lebih memahami diri sendiri dan orang lain. Outbond juga dikenal dengan sebutan media outbond activities. Outbond merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru di sekolah. Dengan konsep interaksi antar siswa dan alam melalui kegiatan simulasi di alam terbuka. Hal tersebut diyakini dapat memberikan suasana yang kondusif untuk membentuk sikap, cara berfikir serta persepsi yang kreatif dan positif dari setiap siswa guna membentuk jiwa kepemimpinan, kebersamaan/teamwork, keterbukaan,
toleransi dan kepekaan yang mendalam, yang pada harapannya akan mampu
memberikan semangat, inisiatif, dan pola pemberdayaan baru dalam suatu sekolah.
Melalui simulasi outdoor activities ini, siswa juga akan mampu
mengembangkan potensi diri, baik secara individu (personal development) maupun
dalam kelompok (team development) dengan melakukan interaksi dalam bentuk
komunikasi yang efektif, manajemen konflik, kompetisi, kepemimpinan, manajemen
resiko, dan pengambilan keputusan serta inisiatif. Adapun tujuan outbond menurut
Adrianus dan Yufiarti (http://widhoy.multiply.com) tujuan outbond adalah untuk:
       a.     Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri siswa.
b. Berekspresi sesuai dengan caranya sendiri yang masih dapat diterima
lingkungan.
c. Mengetahui dan memahami perasaan, pendapat orang lain dan memahami
perbedaan.
d. Membangkitkan semangat dan motivasi untuk terus terlibat dalam
kegiatan-kegiatan.
e. Lebih mandiri dan bertindak sesuai dengan keinginan.
f. Lebih empati dan sensitif dengan perasaan orang lain.
g. Mampu berkomunikasi dengan baik
h. Mengetahui cara belajar yang efektif dan kreatif.
i. Memberikan pemahaman terhadap sesuatu tentang pentingnya karakter
yang baik.
j. Menanamkan nilai-nilai yang positif sehingga terbentuk karakter siswa
melalui berbagai contoh nyata dalam pengalaman hidup
k.    Membangun kualitas hidup siswa yang berkarakter.
l. Menerapkan dan memberi contoh karakter yang baik kepada lingkungan.

               Kegiatan outbond sains merupakan kegiatan belajar sambil bermain atau
sebaliknya. Menurut Vygotsky (Tedjasaputra, 2001: 10) bermain mempunyai peran
langsung terhadap perkembangan kongnisi seorang anak dan berperan penting dalam
perkembangan sosial dan emosi anak. Menurut Heterington dan Parke
(Moeslichatoen, 1999: 34), bermain juga berfungsi untuk mempermudah
perkembangan kognitif anak. Belajar sambil bermain akan memungkinkan anak
meneliti lingkungan, mempelajari segala sesuatu dan memecahkan masalah yang
dihadapinya. Bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak serta untuk
memahami peran orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah ia
dewasa kelak.

                 Dworetzky (Moeslichatoen, 1999: 34) mengemukakan bahwa fungsi bermain
dan interaksi dalam permainan mempunyai peran penting bagi perkembangan
kognitif dan sosial siswa. Jadi berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa manfaat bermain tidak saja dapat meningkatkan perkembangan
kognitif dan sosial, tetapi juga perkembangan bahasa, disiplin, perkembangan moral,
kreativitas, dan perkembangan fisik siswa.

             Outbond sains akan menyajikan pembelajaran aktif dan menyenangkan
sehingga siswa tidak cepat jenuh dan bosan dalam proses pembelajaran. Suasana
kegiatan outbond sains yang menarik dan menyenangkan akan mempermudah siswa
dalam pemahaman konsep sains, dan dapat meningkatkan perkembangan psikomotor
dan afektif siswa, serta menjadikan pembelajaran akan lebih bermakna. Selain itu, terdapat keuntungan-keuntungan pembelajaran dengan menggunakan outbond sains
berdasarkan uraian di atas antara lain yaitu.
       a. Membuat proses pembelajaran berpusat pada siswa yang menjadikan proses
belajar menyangkut semua aspek yang memungkinkan siswa berkembang sebagai
individu yang dapat berfungsi secara menyeluruh.
       b. Memungkinkan siswa membentuk self concept sehingga siswa dapat mengenal
dirinya sendiri lebih baik, yaitu mengenal kelebihan dan kekurangan dirinya.
c. Melatih siswa untuk mengkonstruk konsep dari pengalaman-pengalamannya yang
menyenangkan
d.   Mengembangkan bakat-bakat siswa
e.    Mencegah siswa belajar hanya pada tingkat verbal saja
f. Belajar secara bermain memberi waktu kepada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi

     Pendekatan outbond cocok diterapkan karena adanya perbedaan-perbedaan individu dalam kelas. Pada pendekatan ini, siswa diberi rangsangan untuk
menemukan konsep yang akan dipelajari dengan dibimbing oleh guru.

Adapun kelemahan dari pembelajaran dengan outbond sains yaitu:
a.   Waktu yang digunakan relatif lama.
b.   Membutuhkan peralatan dan sumber belajar yang beragam.
c.   Tenaga yang dibutuhkan lebih banyak.
d.   Ide permainan dan memberi makna pada tiap konsep memerlukan kreativitas dan perhatian yang lebih dari guru

Prosedur mempersiapkan pembelajaran dengan outbond sains siswa
(experiental learning) menurut Oemar Hamalik (2003: 47)adalah sebagai berikut:
 a. Guru merumuskan dengan teliti pengalaman belajar yang direncanakan untuk
        memperoleh hasil yang potensial atau memiliki alternatif hasil.
b.    Guru berusaha menyajikan pengalaman yang bersifat menantang dan memotivasi.
c. Siswa dapat bekerja secara individual, tetapi lebih sering bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil.
d.    Para siswa ditempatkan dalam situasi-situasi pemecahan masalah yang nyata.
e.  Para siswa secara aktif berperan serta dalam pembentukan pengalaman membuat
keputusan sendiri dan memikul konsekuensi atas keputusan-keputusan tersebut.
Menurut Gordon dan Browne (Moeslichatoen, 1999: 57-58) terdapat beberapa
aspek yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dan peralatan outbond sains
yaitu antara lain:
a. Memilih bahan untuk kegiatan bermain yang mengundang perhatian semua siswa,
yakni bahan-bahan yang dapat memuaskan kebutuhan, menarik minat, dan
menyentuh perasaan mereka.
b. Memilih bahan yang multi guna yang dapat memenuhi bemacam tujuan
pengembangan seluruh aspek perkembangan siswa.
c. Memilih bahan yang dapat memperluas kesempatan siswa untuk
menggunakannya dengan bermacam cara.
d    Memilih bahan yang mencerminkan karakteristik tingkat usia kelompok siswa.
e.   Memilih bahan harus sesuai dengan filsafat dan napas kurikulum yang dianut.
f.   Memilih bahan yang mencerminkan kualitas rancangan dan keterampilan kerja.
g.  Memilih bahan dan peralatan yang tahan lama.
h.  Memilih bahan-bahan yang dapat dipergunakan secara fleksibel dan serba guna.
i.   Memilih bahan yang mudah dirawat dan diperbaiki.
j.   Memilih bahan yang mencerminkan peningkatan budaya kelompok.
k. Memilih bahan yang tidak membedakan jenis kelamin dan meniru-niru
.   Pembelajaran berdasarkan pengalaman ini menyediakan suatu alternative
pengalaman belajar bagi siswa yang lebih luas daripada pendekatan yang diarahkan
oleh guru kelas. Strategi ini menyediakan banyak kesempatan belajar secara aktif,
personalisasi dan kegiatan-kegiatan belajar yang lainnya bagi para siswa untuk semua
tingkat usia. Pembelajaran dengan outbond ini guru dapat menginternalisasikan
dimensi spiritual ke dalam kegiatan belajar siswa, agar apa yang siswa pelajari dapat
mendekatkan siswa kepada Allah swt (Sang Pencipta).
Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam kegiatan pembelajaran ini adalah:
1)      Menentukan bentuk kegiatan yang akan dipakai
Kegiatan outbond ini dapat divariasi sendiri oleh guru. Misalnya: dalam satu
materi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti dalam tema yang lain à
lingkungan. Siswa di pos I à sayangi aku (mempelajari tanaman dan praktek
menanan dan merawatnya), pos 2à opera sampah (siswa memperagakan dalam
bentuk drama singkat/spontan dan guru menjelaskannya), pos 3 à sampah
(mengenal sampah dan cara memanfaatkannya, dapat juga dengan praktek), pos 4
dilanjutkan dengan pemaknaan terhadap bahaya sampah dalam kehidupan kita,
dsb.
2)      Menentukan waktu pelaksanaan kegiatan.
Kegiatan outbond ini dapat dilaksanakan dalam pembelajaran atau dapat juga
dilaksanakan di luar jam pelajaran.
3)      Menentukan rute perjalanan Outbond ini dapat dilakukan satu kelas bersama-sama dengan sistem
kompetisi dan dapat juga dilakukan dengan giliran kelompok/rooling, hal tersebut
disesuaikan dengan kemampuan dan jumlah guru. Outbond dapat menggunakan
rute di sekitar sekolahan atau di lingkungan warga sekitar. Pembelajaran ini juga
dapat dilakukan hanya dengan berpindah pos saja.

Gambar 1. Skema Rute Pos Outbond: (a) jika terdapat dua guru; (b) jika hanya
satu orang guru
4)      Mempersiapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan di tiap pos.
a. Jika menggunakan sistem kompetisi: semakin banyak kelompok yang
dibentuk maka peralatannya semakin banyak.
b. Jika menggunakan sistem roling: peralatan yang dibutuhkan sedikit.
5)      Menentukan dan mempersiapkan petugas pos
Jika dalam bentuk rolling maka diperlukan lebih banyak penjaga pos daripada
dengan sistem kompetisi. Tiap penjaga pos dipersiapkan untuk dapat mengisi pos
yang dipegangnya. Untuk menyamakan persepsi tema yang akan diajarkan maka
perlu diadakan briefing.
 Setelah semua persiapan selesai maka tahap selanjutnya pelaksanaan kegiatan
outbond
1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
2) Guru menjelaskan tentang benda dan sifatnya:
3) Guru menjelaskan aturan permainan Outbond.
Berikut merupakan contoh implementasi pembelajaran inovatif dengan
memanfaatkan outbond sains dalam rangka meningkatkan meaningful learning.
POS I à Roket Balon
6)      Bahan dan alat: balon dengan soal tantangan
selotip
benang kasur yang terjulur hingga garis finish
sedotan
Cara bermain:
a) Di garis start telah tersedia balon dengan soal tantangan, selotip, benang
kasur yang terjulur hingga garis finish, dan sedotan. Gunakanlah alat-alat
ini dengan baik.
b) Bantuan awal: Sedotan dimasukkan ke dalam benang kasur.
c)  Diskusikan cara agar balon dan soal dapat diterima oleh teman kalian di
seberang jarak (2-3 meter). .
d) Setelah balon diterima, kerjakanlah soal dan serahkan 10 menit
kemudian kepada petugas pos.
e) Kerjakan dengan baik semoga kalian termasuk orang-orang yang
beruntung.
Kunci: Balon bisa terbang lho....
Lembar pertanyaan yang diletakkan ke dalam balon:
a) Selain terdapat soal, benda apa yang kalian tiupkan ke dalam balon
hingga balon menggelembung?
b) Menurut kalian, bagaimanakah bentuk benda tersebut di dalam balon?
Apakah bentuknya berubah jika udara dimasukkan ke dalam plastik?
c) Dapatkah kalian merasakan udara yang ada di sekitarmu?
d) Dapatkah kalian melihatnya dan dapatkah kalian memegangnya?
e) Apa yang kalian rasakan ketika melepas balon? Dan mengapa balon
yang dilepas dapat berlari dengan kencang?
f) Sebutkan sifat-sifat benda gas dalam permainan ini?
g) Sebutkan manfaat benda gas dalam kehidupan sehari-hari!
Setelah kegiatan outbond, guru bersama siswa membahas kembali apa
yang telah dilaksanakan. Metode yang digunakan yaitu metode diskusi, dimana
akan diperoleh pendapat yang berbeda dan bervariasi antara siswa yang satu
dengan yang lainnya. Guru bertugas memfasilitasi dalam menyisipkan makna
(misal pesan moral, sikap dan kerjasama).Misal sebagai contoh dalam kegiatan ini
yaitu: Udara yang ada di dalam balon memberikan tekanan sehingga ketika
dilepaskan balon dapat berlari menuju ke ujung benang yang lain. Udara
merupakan benda gas yang mempunyai sifat bentuknya berubah-ubah sesuai
*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta 13
dengan tempatnya, udara dapat memberikan tekanan, udara tidak terlihat dan tak
dapat dipegang namun bisa dirasakan, dan udara ada di mana-mana/ada di sekitar
kita. Semakin banyak udara dalam balon maka balon juga akan tampak besar dan
tekanannya juga besar. Tekanan besar maka larinya semakin cepat à artinya
dalam kehidupan ini kita harus mengisi kehidupan kita (seperti balon) dengan
menambah wawasan, akhlak yang baik, dan keterampilan-keterampilan, selain itu
kita juga harus memupuk semangat, motivasi dan kemauan yang besar agar kita
akan dapat berlari dengan cepat untuk mencapai cita-cita. Kemudian siswa
diarahkan pada pemanfaatan apa yang sedang dipelajari dengan kehidupan
mereka sehingga menjadi orang yang pandai bersyukur. Sebagai contoh: Udara
dapat dimanfaatkan untuk
a. Mengisi ban kendaraan à tanyakan kepada siswa berapa banyak udara yang
di masukkan ke dalam ban kendaraan (sedikit/banyak?) dan dapatkah udara
dalam ban-ban tersebut mengangkat 50 orang? Dan berilah tanggapan pada
siswa bahwa: meskipun udara yang kita berikan pada ban sedikit, akan tetapi
udara memberikan tekanan pada ban sehingga ban menjadi keras dan dapat
digunakan kendaraan seperti bus untuk mengangkut 50 orang atau lebih.
(jangan menganggap hal yang sepele, karena hal yang sepele kadang adalah
sesuatu yang besar pengaruhnya bagi kehidupan).
b. Bernafas à tanyakan dari manakah udara yang kita hirup? Bagaimanakah
ketika hidungmu mampet? bayarkah kita untuk menghirup udara disekitar
kita? Hitunglah berapa banyak tabung gas yang kita perlukan untuk bernafas
hingga hari ini? Siapakah yang menciptakan udara? Dan berikanlah tanggapan
pada siswa bahwa: kita dapat bebas bernafas, menghirup udara sebebasbebasnya
dimanapun kita berada, diberi nikmat kesehatan sehingga dapat
bernafas dengan baik Gratis dan jika kita harus bernafas dengan tabung gas
maka berapa uang yang akan dikeluarkan hingga kita hidup sampai hari ini.
Ini adalah karunia Allah swt. Bersyukurlah atas segala nikmatNya.
c. Membantu pembakaran.
*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta 14
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa outbond
merupakan salah satu metode yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir,
keterampian sosial, life skill, kemampuan spiritual dan sikap siswa Prinsip
“experiential learning“ (belajar melalui pengalaman langsung) pada kegiatan outdoor
ini, siswa akan mampu mengembangkan potensi diri, baik secara individu (Personal
Development) maupun dalam kelompok (Team Development). Melalui outbond,
siswa secara aktif dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang dilakukan.dan langsung
berinteraksi dengan alam untuk mengenal Allah swt (Sang Pencipta) dan mencintai
lingkungan .tempat hidupnya. Banyak orang yang mengetahui bahwa teknik tersebut
dapat mengembangkan potensi siswa dan memberikan lingkungan belajar yang
kreatif dan menyenangkan, akan tetapi guru jarang memanfaatkan outbond dalam
pembeajaran secara formal. Padahal jika outbond ini dilakukan maka akan diperoeh
kemanfaatan yang uar biasa.






















daftar pustaka
Abdurrahman. (2007). Meaningful learning re-invensi kebermaknaan pembelajaran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burton, William H. 1962. The guidance of learning activity. New York: Appleton-
Century-Crofts, Inc.
http://widhoy.multiply.com/journal/item.15/definisi_dan manfaat outbond. diakses
pada tanggal 6 Januari 2009.
http://marsaja.wordpress.com
I Wayan Santyasa. (2005). Model pembelajaran inovatif dalam implementasi KBK,
Makalah Penataran Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se- Kabupaten
Jembrana Juni-Juli 2005. Jembrana: FMIPA IKIP Negeri Singaraja.
Martin, et.al. (2005). Teaching science for all children: inquiry methods for
constructing understanding-3rd edition. Pearson education. Inc.
Mary, et.al. (2002). Linking universities and k-12 through design of outdoor learning
environment. Paper ini dipubikasikan di J. Chambers (Ed.). (2002).
Selected Papers from the 13 International Conference on College Teaching
and Learning, (pp. 65-74) diakses dari www.glenninstitute.org.pdf pada
tanggal 22 Januari 2009.

7)      Moeslichatoen, R. (1999). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
Mulyasa. (2008). Implementasi KTSP Kemandirian guru dan kepala sekolah. Jakaerta:
Bumi Aksara..
Oemar Hamalik. (2003). Pendekatan baru strategi belajar mengajar berdasarkan
CBSA. Bandung: penerbit Sinar Baru Algesindo Bandung.
Sukardjo&Das Salirawati. Pembelajaran sains (IPA) terpadu yang kreatif dan
menyenangkan, Makalah Seminar Nasional Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana UNY, 8 Oktober 2008. Yogyakarta: Program Studi
Pendidikan Sains PPs UNY.
Tedjasaputra, Mayke S. (2001). Bermain mainan dan permainan untuk pendidikan usia
dini. Jakarta: Grasindo.
www.bocahkecil.info/belajar-dengan-alam.html




PEMBELAJARAN TUNTAS ( MASTERY LEARNING )
            Pembelajaran Tuntas ( Mastery Learning ) menurut Ensiklopedia Indonesia adalah filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai.
Sedangkan Pembelajaran Tuntas ( Mastery Learning ) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.
            Dengan kata lain Pembelajaran Tuntas ( Mastery Learning ) adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual.
Dalam model yang paling sederhana dikemukakan bahwa jika semua peserta didik diberi  waktu yang cukup  untuk menguasai suatu materi, kemudian peserta didik  menggunakannya dengan baik pula, maka besar kemungkinan  peserta didik akan menguasai materi tersebut secara optimal.Tetapi, jika waktu yang diberikan tidak cukup, maka akan sangat kacil sekali kemungkinanya bagi peserta didik untuk menguasai materi tersebut. Oleh karena itu,  pendidikpun juga harus bisa membantu supaya peserta didik dapat menguasai materi atau pembelajaran secara tuntas dengan memilih metode pembelajaran yang baik pula.
Dalam metode belajar tuntas, peserta didik belum beralih ke materi berikutnya apabila ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya. Untuk bisa naik ke tingkat pelajaran selanjutnya, peserta didik harus mengusai materi sekurang-kurangnya 75% dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Hal ini memang tidak mudah, karena kemampuan setiap peserta didik itu berbeda-beda. Permasalahan-permasalahan yang sering muncul alam pelaksanaan belajar tuntas antara lain :
A.      Pengelompokan dan pengaturan jadwal bisa memunculkan kesukaran. Guru merasa lebih senang untuk meminta siswa  belajar dalam kecepatan dan menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu dari pada belajar dengan variasi-variasi agar siswa tidak merasa bosan.
B.      Siswa yang kemampuannya kurang akan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk menguasai suatu materi,sehingga siswa yang pandai terpaksa harus menuggu untuk masuk ke tingkat pembelajaran selanjutnya.
Masalah seperti di atas sebenarnya bisa diatasi dengan memberikan perhatian yang bersifat perorangan, menetapkan standar yang tinggi yang bisa di capai, dan menyediakan materi tambahan bagi siswa yang bisa belajar dengan cepat. Akan tetapi, guru biasanya tidak sempat atau bahkan tidak berfikir untuk menerapkan hal-hal semacam itu.Oleh karena itu, seorang guru diharuskan untuk bisa memperhatikan peserta didiknya dengan baik.
            Prinsip-prinsip utama pembelajaran tuntas adalah :
A.      Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang sistematis.
B.      Evaluasi diberikan  perkompetensi 
C.     Memberikan pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan.
D.     Memberikan program pengayaan bagi peserta didik yang telah mencapai ketuntasan belajar lebih awal.
Dari prinsip-prinsip di atas,dapat di ambil kesimpulan bahwa tujuan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai , bimbingan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar  secara optimal. Dengan demikian, tidak akan ada perbedaan yang menonjol antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai, karena dengan metode belajar tuntas semua siswa diharapkan bisa menguasai materi dengan ketuntasan yang  merata.


PENANGANAN MASALAH
A.    Keterlambatan Siswa

Dalam menangani masalah keterlambatan siswanya, setiap sekolah mempunyai cara yang berbeda-beda. Adapun cara-cara tersebut adalah sebagai berikut  :

1)      Menutup pintu gerbang ketika bel masuk sudah berbunyi, sehingga anak yang berangkat terlambat tidak bisa masuk sekolah dan secara otomatis akan dihitung alfa.

2)      Memberikan poin kepada siswa yang terlambat. Jika poin telah mencapai jumlah maksimal dan siswa tersebut masih juga terlambat datang ke sekolah, maka pihak sekolah akan memberikan surat peringatan kepada wali murid.

3)      Memberikan hukuman atas keterlambatannya. Contohnya : lari, menyapu, membersihkan WC, hormat di bawah bendera, dan lain-lain. Setelah itu siswa diperbolehkan masuk kelas.

4)      Mengharuskan siswa meminta surat izin ke TU untuk mengikuti pelajaran.

5)      Siswa diharuskan membuat surat pernyataan yang isinya berupa hukuman apa yang mesti dia terima jika siswa tersebut terlambat lagi

B.    Jam Pelajaran yang Kosong
Beberapa langkah yang diambil untuk menangani masalah kekosongan jam pelajaran adalah sebagai berikut :
1)      Guru piket atau asisten guru masuk ke dalam kelas dan mengisi pelajaran tersebut.
2)      Wali kelas memberikan tugas untuk mengisi kekosongan.
3)      Bertukar pelajaran dengan guru lain.
4)      Siswa disuruh bersih-bersih
5)      Siswa disuruh berlatih upacara.
6)      Siswa disuruh pulang jika kekosongan terjadi pada jam terakhir, karena mereka gaduh dan mengganggu pelajaran kelas lain.


CONTOH MASALAH BELAJAR PADA SISWA
“SMK TAKHASSUS AL QUR’AN WONOSOBO
TAHUN AJARAN 2009/2010”

                Pada Usia SMK adalah usia paling rawan bagi anak-anak, sehingga mereka harus diberi perhatian lebih. Orang tua pun harus benar-benar mengawasi dalam setiap kegiatan anak, terutama masalah pergaulan dengan teman, karena teman itu bisa memberikan pengaruh bagi anak kita. Orang tua juga harus melarang jika anaknya bergaul dengan teman yang sekiranya dapat memberikan pengaruh negative. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya jika anak usia SMK lebih diarahkan ke dalam kegiatan yang bersifat positif seperti les ataupun kegiatan semacamnya  yang dapat berdampak baik bagi anak. Sehingga mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk sekedar bermain-main dengan temannya yang dapat memberikan pengaruh negative.
            Dan Setelah saya perhatikan, ternyata anak SMK pun banyak mengalami kesukaran dalam belajar,lebih-lebih dalam pelajaran matematika dan IPA ( terutama fisika ). Sebagian besar anak SMK menganggap bahwa kedua pelajaran tersebut termasuk ke dalam kategori pelajaran yang sulit. Bahkan tidak sedikit juga anak SMA yang takut ketika mendengar kedua pelajaran tersebut. Beberapa dari mereka ada yang tidak mau mengikuti pelajaran tersebut dengan alasan sakit perut, pusing, atau sakit gigi, lalu mereka masuk ke ruang UKS. Anak yang lain minta izin untuk menemani temannya yang sakit itu di ruang UKS. Ada juga anak yang minta izin untuk ke toilet dan mereka kembali masuk kelas jika pelajaran tersebut telah selasai. Sungguh menyedihkan.
            Setelah diselidiki, ternyata ada beberapa faktor yang menjadikan anak-anak SMK takut dan tidak mau mengikuti kedua pelajaran tersebut. Faktor-faktor itu antara lain :
1)      Guru ( Pendidik )
Guru ( pendidik ) sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar ( KBM ). Jika guru bersikap sedikit disiplin saja maka murid akan menganggap guru itu galak dan tidak menyenangkan. Apalagi guru pelajaran sains.


2)      Fasilitas ( Sarana Prasarana )
Ada dan tidaknya sarana dan prasarana dalam belajar juga akan menentukan tingkat kepahaman siswa. Jika suatu sekolahan belum bisa menyediakan atau melengkapi fasilitas pembelajaran, maka sangat wajarlah jika siswa tidak bisa belajar dengan baik. Pembelajaran tanpa ada praktek tentu sangat menjenuhkan, apalagi pelajaran fisika. Oleh karena itu, sebaiknya pihak sekolahan juga harus mengerti akan kebutuhan siswanya, bukan hanya menuntut siswa untuk berprestasi tetapi tidak memberikan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai.


3)      Suasana Kelas
Banyak anak yang menganggap bahwa belajar matematika dan IPA ( fisika ) itu membosankan. Mereka beralasan kalau belajar matematika dan IPA ( fisika ) itu tidak ada manfaatnya. Kedua pelajaran tersebut hanya berkaitan dengan menghitung dan menghitung saja, tidak ada kegiatan lain selain menghitung, sehingga mereka cenderung lebih cepat bosan berada di dalam kelas.














OBSERVASI SISWA KELAS LIMA MI MA’ARIF KALIBEBER, MOJOTENGAH, WONOSOBO TAHUN 2010

Observasi saya lakukan kepada siswa kelas lima pada pelajaran IPA, dari jam 07.30 sampai 08.40. Dalam pembelajaran IPA yang memakan waktu selama 70 menit, dapat saya ambil kesimpulan sebagai berikut:

1)      Pada jam 07.30-07.45, Siswa masih belum bisa memperhatikan pelajaran dengan optimal. Karena sebelum pelajaran IPA dimulai, siswa kelas lima masih sedikit menghafal juz ‘amma. Sehingga belum memusatkan perhatian ke pembelajaran IPA.

2)      Pada jam 07.45-08.10, siswa mulai bisa berkonsentrasi. Siswa mulai bersemangat belajar IPA. Mungkin hal ini dikarenakan hari masih pagi.Suasana dan keadaan otak masih segar, perut masih kenyang, sehingga  siswa  mudah menerima pelajaran dan bisa memusatkan pikirannya secara total dalam belajar IPA

3)      Pada jam 08.10-08.30, perhatian siswa mulai menurun. Mereka mulai ada yang mengobrol  atau berbisik-bisik dengan teman pada saat mengerjakan latihan soal. Suasana kelas mulai gaduh, sehingga saya memutuskan agar dalam mengerjakan soal latihan tersebut siswa bisa sambil beristirahat, sekedar untuk penyegaran.

4)      Pada jam 08.30-08.40, keadaan siswa sudah segar kembali untuk dilanjutkan pelajaran sampai pelajaran IPA selesai.



EVALUASI BELAJAR

Pengertian Evaluasi
v  Nana Sudjana ( 1990 )
Evaluasi merupakan proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan kriteria tertentu.

v  Wadn dan Brown dalam Nurkancana ( 1986 )
Evaluasi adalah proses menentukan nilai dari sesuatu.

v  Davies (1981 )
Evaluasi adalah proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, untuk kerja, proses, orang atau objek yang lain.

v  Wakhinudin S
Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya di bandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Evaluasi adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Evaluasi adalah keseluruhan kegiatan pengumpulan data dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk memperoleh keputusan.
Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan

v  Rika Dwi K
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi penilaian secara objektif terhadap pencapaian hasil yang telah direncanakan sebelumnya.
Evaluasi adalah suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis untuk mencapai objektif, efisien dan efektif, serta mengetahui dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu mengmbil keputusan untuk perbaikan satu atau beberapa program perencanaan.

Pengertian Pengukuran
v  Suharsimi Arikunto ( 1991 )
Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian anga kepada suatu atribut atau karakteretistik tertentu yang didasarkan pada suatu aturan atau formulasi yang jelas.
v  Asmawi Zainul ( 1992 )
Pengukuran adalah suatu kegiatan untuk memperoleh skor yang menggambarkan tingkat keberhasilan belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.


Pengertian penilaian

v  Penilaian adalah suatu hal yang berfungsi untuk memberikan umpan balik baik kepada guru, siswa, orang tua maupun lembaga pendidikan yang berkepentingan serta untuk menentukan nilai hasil belajar siswa.

Dari beberapa pengertian di atas tentang evaluasi, pengukuran dan penilaian sepertinya sulit dibedakan antara ketiganya, karena banyak orang yang mencampuradukkan pengertian ketiga kata di atas. Namun, sebenarnya ketiga hal tersebut berbeda.Untuk lebih lanjutnya, berikut penjelasan dari buku Penilaian Kelas pada Kurikulum 2004 tentang perbedaan antara evaluasi, pengukuran dan penilaian :
Ø  Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya.
Ø   Pengukuran ( measurement ) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seseorang telah mencapai karakteristik tertentu.
Ø  Penilaian ( assessment ) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan berbagai alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi ( rangkaian kemampuan ) siswa.

Syarat-syarat umum evaluasi ada 3 macam, yaitu :
1.      Kesahihan atau Validitas : kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrument itu sendiri.
2.      Keterandalan : hal yang berhubungan dengan masalah kepercayaan bahwa suatu instrument evaluasi mampu memberikan yang tepat.
3.      Kepraktisan : kemudahan yang ada pada instrument, baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi / memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpannya.
Ketiga syarat di atas saling berkaitan dalam evaluasi, karena proses evaluasi harus mencakup ketiga syarat di atas.



WAWANCARA MENGENAI EVALUASI BELAJAR

Setelah dilakukan wawancara kepada salah seorang guru fisika SMA, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.      Tujuan evaluasi belajar yang dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.      Guru membuat program evaluasi hasil belajar, hanya saja pada penerapannya yang belum bisa secara maksimal.

3.      Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan soal-soal latihan dan pemberian ulangan, sehingga hasil evaluasi disampaikan kepada siswa hanya melalui perolehan nilai saja.

4.      Kendala yang dialami dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar adalah :

·         Tingkat kesiapan siswa pada saat ulangan sepertinya kurang maksimal, karena kebanyakan dari mereka tidak belajar ketika akan menghadapi ulangan.
·         Kurangnya penguasaan materi karena fasilitas pembelajaran masih sangat terbatas.
·         Evaluasi memerlukan waktu yang agak lama karena siswa dibagi menjadi dua kelompok. Jika dilakukan dalam waktu yang bersamaan evaluasi tidak efktif karena jumlah siswa dalam satu kelas lebih dari  jumlah standar.



Berdasarkan hasil wawancara di atas, saya mempunyai beberapa saran antara lain :

1.      Siswa harus berusaha untuk menguasai materi meskipun di sekolahannya belum ada fasilitas yang memadai. Misalnya dengan  mencari guru prifat atau  mencari di berbagai media seperti internet atau yang lainnya.

2.      Siswa harus belajar setiap hari, lebih-lebih jika menghadapi ulangan.

3.      Pihak sekolahan seharusnya mengusahakan agar bagaimana pesserta didiknya bisa belajar dengan nyaman, seperti melengkapi fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan siswanya.

4.      Jika memang fasilitas atau alat-alat peraga belum ada, maka gurupun harus kreatif, misalnya memberi tugas  siswanya untuk membuat alat peraga yang sekiranya mereka mampu untuk membuatnya.

5.      Program evaluasi yang  telah dibuat  hendaknya dilaksanakan dengan baik.


Konsep Dasar
Manajemen Keuangan Sekolah


PENDAHULUAN

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di sekolah bersama dengan komponen-komponen yang lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka MBS, yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana, apa lagi dalam kondisi krisis pada sekarang ini.







A. Pengertian Manajemen Keuangan
Konsep Dasar manajemen keuanganManajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan  berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah.  Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. 
Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban (Lipham, 1985; Keith, 1991)
Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan  Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu
(1) pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan;
(2) orang tua atau peserta didik;
(3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan peneriman keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,masyarakat dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputin biaya rutin dan biaya pembangunan.

Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan, misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain unutk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi,kolusidan
nepotisme.

Komponen utama manajemen keuangan meliputi,
(1) prosedur anggaran;
(2) prosedur akuntansi keuangan;
(3) pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian;
(4) prosedur investasi; dan
(5) prosedur pemeriksaan.
Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menganut azas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.

Kepala sekolah dalam hal ini, sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

B. Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah
Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah:
1.      Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah
2.      Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
3.      Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
• Dalam perspektif administrasi publik, tujuan manajemen keuangan pendidikan adalahmembantu pengelolaan sumber keuangan organisasi pendidikan serta menciptakan mekanisme pengendalian yang tepat, bagi pengambilan keputusan keuangan yang dalam pencapaian tujuan organisasi pendidikan yang transparan, akuntabel danefektif.
• Pengendalian yang baik terhadap administrasi manajemen keuangan pendidikan akan memberikan pertanggungjawaban sosial yang baik kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder)

Untuk itu, dibutuhkan informasi tentang sumber-sumber pembiayaan pendidikan agar biaya yang ada dapat digunakan secara efisien dan efektif dalam pengelolaan biaya pendidikan di Indonesia.

I. Sumber-Sumber Biaya Pendidikan
Sumber pembiayaan merupakan ketersedian sejumlah uang atau barang dan jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang bagi penyelenggara pendidikan.
Sumber-sumber pembiayaan pendidikan (penerimaan):

1. Sumber Dari Pemerintah Pusat Dan Daerah
Berupa APBN dan APBD melalui DAU dan DAK, Dana BOS dan BlockGrant.
Sumber-sumber pendapatan dana:
a. Sumber daya alam
Eksplorasi/ tambang emas, minyak, gas, batu bara, hasil hutan, hasil kelautan,dll.
b. Hasil industry/ perusahaan
BUMN, BUMD, industry pariwisata,dll.
c. Pajak
Pajak bumi dan bangunan, kekayaan, penghasilan perorangan, pendapatan penjualan, kendaraan bermotor, dll.


C. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.
1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2.  Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat
3.  Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Garner(2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4.  Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency ”characterized by quantitative outputs” (Garner,2004). Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
Ragam efisiensi dapat dijelaskan melalui hubungan antara penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
efisiensi
Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan
Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan daya C dan hasil D yang paling efisien, sedangkan penggunaan daya A dan hasil D menunjukkan paling tidak efisien.
b. Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Ragam efisiensi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini:
efektif
Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya tertentu dan ragam hasil yang diperoleh
Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil B paling tidak efisien. Sedangkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil D paling efisien.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab

Prinsip-prinsip Pengelolaan Keuangan Pendidikan
Penggunaan anggaran dan keuangan, dari sumber manapun, apakah itu dari pemerintah ataupun dari masyarakat perlu didasarkan prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan sebagai berikut:
1.
Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan
2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ kegiatan.
3. Terbuka dan transparan, dalam pengertian dari dan untuk apa keuangan lembaga tersebut perlu dicatat dan dipertanggung jawabkan serta disertai bukti penggunaannya.
4. Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/ hasil produksi dalam negeri sejauh hal ini dimungkinkan

Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Sekolah
Implementasi prinsip-prinsip keuangan diatas pada pendidikan, khususnya dilingkungan sekolah dan keserasian antara pendidikan dalam keluarga, dalam sekolah, sekolah dan dalam masyarakat, maka untuk sumber dana sekolah, sekolah itu tidak hanya diperoleh dari anggaran dan fasilitas dari pemerintah atau penyandang dana tetap saja, tetapi dari sumber dan dari ketiga komponen di atas.

Untuk itu disekolah sebenarnya juga perlu dibentuk organisasi orang tua siswa yang implementasinya dilakukan dengan membentuk komite sekolah. Komite tersebut beranggotakan wakil wali siswa, tokoh masyarakat, pengelola, wakil pemerintah dan wakil ilmuwan/ ulama diluar sekolah dan dapat juga memasukkan kalangan dunia usaha dan industri.
Selanjutnya pihak sekolah bersama komite atau majelis sekolah pada setiap awal tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan RAPBS sebagai acuan bagi pengelola sekolah dalam melaksanakan manajemen keuangan yang baik.

Pengertian RAPBS

Anggaran adalah rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah dalam jangka waktu atau periode tertentu, serta alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian kegiatan. Anggaran memiliki peran penting didalam perencanaan, pengendalian dan evaluasi kegiatan yang dilakukan sekolah. Maka seorang penanggung jawab program kegiatan disekolah harus mencatat anggaran serta melaporkan realisasinya sehingga dapat dibandingkan selisih antara anggaran dengan pelaksanaan serta melakukan tindak lanjut untuk perbaikan.


Ada dua bagian pokok anggaran yang harus diperhatikan dalam penyusunan RAPBS, yaitu:
a. Rencana sumber atau target penerimaan/ pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan, termasuk didalamnya keuangan bersumber dari:
a).kontribusi orang tua siswa,
b).sumbangan dari individu atau organisasi,
c).sumbangan dari pemerintah,
d).dari hasil usaha
b. Rencana penggunaan keuangan dalam satu tahun yang bersangkutan, semua penggunaan keuangan sekolah dalam satu tahun anggaran perlu direncanakan dengan baik agar kehidupan sekolah dapat berjalan dengan baik.

Langkah-langkah Penyusunan RAPBS
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RAPBS adalah harus menerapkan prinsip anggaran berimbang, artinya rencana pendapatan dan pengeluaran harus berimbang diupayakan tidak terjadi anggaran pendapatan minus. Dengan anggaran berimbang tersebut maka kehidupan sekolah akan menjadi solid dan benar-benar kokoh dalam hal keuangan, maka sentralisasi pengelolaan keuangan perlu difokuskan pada bendaharawan sekolah, dalam rangka untuk mempermudah pertanggung jawaban keuangan.

Penyusunannya hendaknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan
b) Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya
c) Menentukan program kerja dan rincian program
d) Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program
e) Menghitung dana yang dibutuhkan
f) Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana

Rencana tersebut setelah dibahas dengan pengurus dan komite sekolah, maka selanjutnya ditetapkan sebagai anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS). Pada setiap anggaran yang disusun perlu dijelaskan apakah rencana anggaran yang akan dilaksanakan merupakan hal baru atau kelanjutan atas kegiatan yang telah dilaksanakan dalam periode sebelumnya dengan menyebut sumber dana sebelumnya.
Dalam setiap anggaran yang disusun untuk kegiatan-kegiatan dilingkungan sekolah, paling tidak harus memuat 6 hal atau informasi sebagai berikut:



a) Informasi rencana kegiatan: sasaran, uraian rencana kegiatan, penanggung jawab, rsencana baru atau lanjutan.
b) Uraian kegiatan program, program kerja, rincian program
c) Informasi kebutuhan: barang/ jasa yang dibutuhkan, volume kebutuhan
d) Data kebutuhan harga satuan, jumlah biaya yang dibutuhkan untuk seluruh volume kebutuhan
e) Jumlah anggaran: jumlah anggaran untuk masing-masing rincian program, program, rencana kegiatan, dan total anggaran untuk seluruh rencana kegiatan
f) Sumber dana: total sumber dana, masing-masing sumber dana yang mendukung pembiayaan program.

Realisasi APBS
Dalam pelaksanaan kegiatan, jumlah yang realisasikan bisa terjadi tidak sama dengan rencana anggarannya, bisa kurang atau lebih dari jumlah yang telah dianggarkan. Ini dapat terjadi karena beberapa sebab:
a. Adanya efisiensi atau inefisiensi pengeluaran
b. Terjadinya penghematan atau pemborosan
c. Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan yang telah diprogramkan
d. Adanya perubahan harga yang tidak terantisipasi
e. Penyusunan anggaran yang kurang tepat

Pertanggung jawaban Keuangan Sekolah
Semua pengeluaran keuangan sekolah dari sumber manapun harus dipertanggung jawabkan, hal tersebut merupakan bentuk transparansi dalam pengelolaan keuangan. Namun demikian prinsip transparansi dan kejujuran dalam pertanggung jawaban tersebut harus tetap dijunjung tinggi. Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan oleh bendaharawan adalah:
1. Pada setiap akhir tahun anggaran, bendara harus membuat laporan keuangan kepada komite sekolah untuk dicocokkan dengan RAPBS
2. laporan keuangan tersebut harus dilampiri bukti-bukti pengeluaran yang ada
3. kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan dan bukti pengeluaran lain
4. neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk diperiksa oleh tim pertanggung jawaban keuangan dari komite sekolah




Daftar Pustaka
Campbell, Roald F., Edwin M.Bridges, dan Raphael O.Nystrand. 1983. Introduction to Educational Administration. 5th edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Manajemen Keuangan. Materi Pelatihan Terpadu untuk Kepala Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama
Direktorat Pendidikan Dasar. 1995/1996. Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar. Ditdikdasmen Depdikbud
Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. 1991. School-Based Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers
Kadarman, A.M. dan Udaya, Jusuf. 1992. Pengantar Ilmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jakarta: CV Tamita Utama
Koontz, Harold dan O’Donnel, Cryill. 1984. Principles of Management: An Analysis of Managerial Functions. Third Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.
Manullang, M. 1990. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pemerintah Kota Malang. 2002. Kutipan Buku Pedoman Kerja dan Penekanan Tugas. Malang: Dinas Pendidikan Kota Malang
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Supriadi, Dedi. 2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sutarsih, Cicih. Tanpa tahun. Administrasi Keuangan Sekolah. Jakarta:
Swastha, Basu. 1985. Azas-azas Manajemen Modern. Yogyakarta: Liberty.
Timan, Agus, Maisyaroh, Djum Djum Noor Benty. 2000. Pengantar Manajemen Pendidikan. Malang: AP FIP Universitas Negeri Malang.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV Tamita Utama




Tidak ada komentar:

Posting Komentar